USAID Mengakhiri Operasinya: Staf Diminta Kembali ke AS Sebelum Jumat

Yono

Pemerintahan Presiden Donald Trump mengambil langkah besar dengan memerintahkan penutupan Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID). Seluruh staf yang bertugas di luar negeri diperintahkan untuk kembali ke Amerika Serikat paling lambat Jumat, 7 Februari 2025, sebagaimana dilaporkan oleh CBS News.

Dalam pernyataan resmi yang diunggah pada Selasa malam di situsnya, USAID menyampaikan bahwa mayoritas staf akan dihentikan sementara mulai Jumat malam. Sebelumnya pada hari yang sama, seluruh misi luar negeri badan ini telah diperintahkan untuk menghentikan operasinya, dan staf diminta untuk kembali ke AS sesuai tenggat waktu yang ditetapkan.

Menurut laporan CBS, pegawai yang direkrut langsung akan diberhentikan kecuali mereka yang memiliki peran penting, termasuk pejabat utama dan program yang mendapatkan pengecualian khusus. Bagi mereka yang tetap bertugas, USAID akan memberikan pemberitahuan selambat-lambatnya Kamis pukul 3 sore.

USAID menjelaskan bahwa lembaga tersebut tengah bekerja sama dengan Departemen Luar Negeri untuk menyusun rencana pemulangan para staf dalam waktu 30 hari. Sementara itu, pegawai yang tidak memiliki jabatan krusial, seperti tenaga kontrak, akan mengalami pemutusan hubungan kerja.

Wakil administrator baru yang memimpin USAID, Pete Marocco, melakukan pertemuan dengan Departemen Luar Negeri pada hari Selasa. Berdasarkan keterangan dari dua sumber yang mengetahui situasi ini, pemerintah AS memberikan instruksi agar seluruh karyawan USAID yang berada di luar negeri harus kembali paling lambat Jumat. Marocco menegaskan bahwa jika Departemen Luar Negeri tidak segera bertindak, maka militer AS akan dikerahkan untuk mengevakuasi staf yang masih berada di luar negeri.

Sebagai lembaga yang bergerak di bidang bantuan kemanusiaan, USAID selama ini telah menyalurkan dukungan ke lebih dari 100 negara, termasuk dalam bentuk bantuan bencana, layanan kesehatan, serta program ketahanan pangan. Berdasarkan data Congressional Research Service, badan ini memiliki lebih dari 10.000 karyawan, dengan sekitar dua pertiga di antaranya bertugas di luar negeri dalam lebih dari 60 misi negara dan regional.

Pemerintahan Trump sebelumnya telah menargetkan USAID dalam rangka merampingkan struktur pemerintahan federal. Presiden dan para pendukungnya, termasuk miliarder Elon Musk yang kini menjabat sebagai kepala Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE), berupaya mengecilkan ukuran birokrasi. Dengan penutupan ini, masa depan USAID yang telah berdiri sejak 1961 untuk mengatasi kemiskinan, memperkuat demokrasi, serta melindungi hak asasi manusia dan kesehatan global, kini menjadi tidak pasti.

Musk secara terang-terangan menyatakan bahwa lembaga ini harus dibubarkan karena dianggap tidak lagi dapat diperbaiki.

Saat ditanya mengenai penutupan USAID, Presiden Trump tidak membantah langkah tersebut. Ia bahkan memuji Musk karena telah menyelidiki lembaga itu. “Lihatlah semua penipuan yang ditemukan oleh Musk (di USAID),” ujar Trump. Ia juga menyoroti pendanaan yang diberikan kepada berbagai kelompok yang dinilainya tidak memenuhi syarat untuk menerima bantuan tersebut.

Namun, banyak pihak yang menentang langkah ini. Atul Gawande, mantan direktur USAID Global Health, menganggap kebijakan tersebut membahayakan kepentingan nasional AS. “Yang sedang kita bicarakan adalah para pekerja tanggap bencana, kita berbicara tentang para pekerja kesehatan dan orang-orang yang berbuat baik dan melindungi Amerika di seluruh dunia,” ujarnya. Ia menyoroti dampak besar terhadap 20 juta penerima manfaat program HIV global, yang berisiko kehilangan akses ke pengobatan yang menyelamatkan nyawa. Selain itu, pengawasan terhadap wabah penyakit di 49 negara juga terancam berhenti.

Pada tahun fiskal 2023, USAID mengelola dana lebih dari 40 miliar dolar AS, yang merupakan kurang dari satu persen dari total anggaran federal. Sebagian besar anggaran ini digunakan untuk mendukung program tata kelola yang bertujuan memperkuat sistem demokrasi, serta untuk bantuan kemanusiaan dan kesehatan. Negara penerima dana terbesar dalam tahun fiskal tersebut adalah Ukraina, Ethiopia, dan Yordania.

Penarikan personel USAID dari berbagai negara juga membawa tantangan besar bagi para pejabat dinas luar negeri yang telah menetap selama bertahun-tahun bersama keluarga mereka. Mereka kini harus mempertimbangkan berbagai aspek logistik, seperti pendidikan anak-anak mereka, kepindahan tempat tinggal, serta pemindahan barang-barang pribadi ke AS.

Dengan penutupan USAID, berbagai program bantuan dan pembangunan yang telah berjalan selama puluhan tahun kini berada dalam ketidakpastian, meninggalkan pertanyaan besar tentang dampak jangka panjangnya terhadap komunitas global yang bergantung pada bantuan tersebut.

Also Read

Tags