Gelombang serangan tanpa henti yang dilancarkan Israel ke wilayah Gaza semakin membabi buta, menelan korban jiwa hingga mencapai angka seratus dalam satu hari. Kejadian tragis ini terungkap dalam laporan AFP pada Sabtu (17/5/2025), berdasarkan keterangan tim penyelamat yang bertugas di lapangan. Jumlah tersebut merupakan bagian dari lonjakan kekerasan pada Jumat (16/5), saat Hamas menggesa Amerika Serikat untuk mendesak Israel mencabut blokade bantuan yang telah diberlakukan.
Sejak awal Maret, Israel secara ketat mengaktifkan kembali blokade total atas Jalur Gaza. Padahal, daerah itu tengah terjerat dalam krisis mendalam—dari kelangkaan makanan, air minum yang sehat, hingga kebutuhan vital seperti bahan bakar dan obat-obatan. Seolah-olah Gaza sedang berada di persimpangan maut, tercekik dalam perangkap kelaparan dan ketiadaan akses dasar.
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, secara terbuka mengakui realita kelaparan yang melanda penduduk Palestina yang terkepung. Dalam kunjungannya ke Abu Dhabi, Trump menyampaikan komitmen Amerika untuk turun tangan dalam krisis ini.
“Kami sedang melihat Gaza. Dan kami akan mengurusnya,” ujarnya kepada para wartawan.
Pihak Israel menyatakan bahwa keputusan mereka menghentikan bantuan ke Gaza merupakan upaya tekanan agar kelompok Hamas mau memberikan konsesi. Sementara itu, Hamas masih memegang puluhan sandera Israel sejak serangan besar pada 7 Oktober 2023 lalu.
Salah satu perkembangan terbaru adalah pembebasan sandera terakhir berkewarganegaraan Amerika, Edan Alexander, pada Senin (12/5). Dalam rangka kesepakatan dengan pemerintah Washington terkait pembebasan Alexander, pejabat senior Hamas, Taher al-Nunu, menyatakan bahwa mereka “menunggu dan mengharapkan pemerintah AS untuk memberikan tekanan lebih lanjut” kepada Israel agar membuka penyeberangan dan segera memperbolehkan masuknya bantuan kemanusiaan.
Situasi ini bagaikan sebuah pusaran air yang menarik perhatian dunia—dimana tekanan politik dan kemanusiaan berputar saling berhadapan, sementara rakyat sipil Gaza terjebak di tengah badai konflik yang tiada henti.