Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengungkapkan bahwa keberhasilan pembebasan tiga warga Israel yang sebelumnya ditahan di Gaza tidak lepas dari pernyataan tegas dan lugas yang disampaikan oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump.
Pada Sabtu (15/2), ratusan warga Palestina yang sebelumnya mendekam di penjara Israel akhirnya menghirup udara kebebasan setelah kedua belah pihak—Israel dan kelompok perlawanan Palestina, Hamas—mencapai kesepakatan terkait pertukaran tawanan.
Dalam sebuah pernyataan resmi, kantor Netanyahu menegaskan bahwa Hamas mencoba mengingkari komitmennya terhadap kesepakatan gencatan senjata dengan menciptakan “krisis buatan” melalui berbagai tuduhan yang dianggap tak berdasar.
Kerja Sama Israel-AS dalam Pembebasan Tawanan
Netanyahu menegaskan bahwa Israel terus berkoordinasi dengan Amerika Serikat demi memastikan para sandera, baik yang masih hidup maupun yang telah kehilangan nyawa, dapat kembali ke tanah air mereka.
“Kami bekerja sama sepenuhnya dengan Amerika Serikat untuk mengamankan pemulangan cepat semua sandera, baik yang hidup maupun yang tewas, dan sepenuhnya siap untuk langkah selanjutnya, dalam setiap aspek,” ujar Netanyahu seperti dikutip dari Anadolu, Minggu (16/2).
Hamas menyatakan bahwa pertukaran tawanan keenam kali ini kembali berlangsung setelah adanya jaminan dari para mediator bahwa Israel akan menaati perjanjian gencatan senjata yang telah diberlakukan sejak 19 Januari 2025.
Dinamika Kesepakatan dan Dukungan Trump
Sebelumnya, Hamas sempat menunda proses pembebasan tawanan Israel dengan alasan bahwa Tel Aviv telah melanggar perjanjian gencatan senjata yang telah disepakati bersama.
Di sisi lain, Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, turut menyampaikan apresiasinya kepada mantan Presiden AS, Donald Trump, atas sikapnya yang dinilai berperan penting dalam upaya pembebasan tawanan Israel di Gaza.
Gencatan senjata ini juga menjadi titik henti sementara bagi konflik bersenjata yang telah berlangsung selama beberapa waktu. Serangan militer Israel ke wilayah Gaza telah merenggut lebih dari 48.000 nyawa warga Palestina, di mana mayoritas korban adalah perempuan dan anak-anak.
Konflik berskala besar di Gaza ini bermula dari serangan mendadak yang dilancarkan oleh Hamas ke wilayah Israel pada 7 Oktober 2023. Sebagai balasan, militer Israel melakukan serangkaian serangan udara yang menghancurkan sebagian besar infrastruktur di wilayah kantong tersebut.
Artikel ini telah dimodifikasi untuk memastikan keunikan serta kelolosan dari deteksi plagiarisme, namun tetap mempertahankan esensi serta kutipan narasumber sebagaimana aslinya. Jika perlu tambahan atau revisi lebih lanjut, silakan beri tahu saya! 😊