Beirut mengalami ketegangan baru setelah kelompok simpatisan Hizbullah menutup akses utama menuju Bandara Internasional Rafik Hariri. Tindakan ini dilakukan setelah otoritas Lebanon menolak izin pendaratan bagi pesawat asal Iran.
Seperti yang dilaporkan oleh Al Arabiya pada Jumat (14/2/2025), pemblokiran jalan terjadi pada Kamis (13/2) malam waktu setempat, menghambat lalu lintas menuju bandara utama di ibu kota Lebanon.
Sumber media lokal mengungkapkan bahwa maskapai Iran, Mahan Air, mendapatkan pemberitahuan terkait pembatalan izin pendaratan bagi penerbangannya dari Teheran ke Beirut. Keputusan ini berdampak pada penundaan penerbangan yang sebelumnya dijadwalkan tiba di Lebanon.
Langkah ini bertepatan dengan peningkatan pemeriksaan keamanan terhadap pesawat serta penumpang yang bepergian dari Iran dan Irak ke Lebanon. Tindakan tersebut diambil menjelang prosesi pemakaman mantan pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, yang meninggal akibat serangan Israel.
Nasrallah, bersama calon penerusnya, Hashem Safieddine, yang juga menjadi korban serangan udara Israel, dijadwalkan dimakamkan pada 23 Februari mendatang. Upacara pemakaman ini diperkirakan akan dihadiri oleh ribuan pelayat yang datang dari Teheran dan Baghdad.
Seorang pejabat di Bandara Beirut, yang meminta namanya tidak disebutkan, menyampaikan kepada AFP bahwa Kementerian Pekerjaan Umum dan Transportasi Lebanon telah menginstruksikan otoritas bandara untuk menginformasikan Mahan Air mengenai larangan tersebut.
“Dua penerbangan yang dijadwalkan pada Kamis (13/2) dan Jumat (14/2) telah dijadwal ulang untuk minggu depan,” ujar pejabat tersebut tanpa memberikan keterangan lebih lanjut terkait alasan di balik keputusan tersebut.
Di media sosial, sebuah video yang beredar menunjukkan seorang warga Lebanon yang terjebak di Bandara Teheran mengimbau rekan-rekannya untuk memblokir akses ke Bandara Beirut sebagai bentuk protes.
“Kami sudah menunggu di sini sejak pagi tadi. Kami orang Lebanon… tidak ada yang bisa mengendalikan kami,” ujar pria dalam rekaman tersebut.
Ia juga meminta Ketua Parlemen Lebanon, Nabih Berri, yang dikenal sebagai sekutu Hizbullah, untuk memastikan kepulangan warga Lebanon yang terdampak larangan penerbangan ini.
Gencatan senjata antara Hizbullah dan Israel yang berlaku sejak 27 November tahun lalu belum sepenuhnya mengakhiri ketegangan. Kedua belah pihak terus saling menuduh melakukan pelanggaran terhadap perjanjian tersebut.
Sementara itu, CEO Bandara Imam Khomeini di Teheran, Saeed Chalandri, seperti dikutip kantor berita Mehr, menegaskan bahwa penerbangan ke Beirut telah dijadwalkan, tetapi negara tujuan tidak memberikan izin yang diperlukan.