Kepresidenan Palestina Menuduh Israel Lakukan Pembersihan Etnis di Wilayah Tertentu

Yono

Kepresidenan Palestina pada Senin (3/2) menuduh Israel terlibat dalam tindakan pembersihan etnis di wilayah Tepi Barat. Tuduhan ini muncul sebagai respons terhadap peningkatan kekerasan yang terjadi di wilayah tersebut, yang menyebabkan banyak korban jiwa dan penghancuran besar-besaran terhadap infrastruktur.

Juru Bicara Kepresidenan Palestina, Nabil Abu Rudeineh, dalam pernyataan resmi yang dirilis oleh kantor berita Palestina, WAFA, menyatakan, “Kebijakan agresif Israel di Tepi Barat telah menyebabkan terbunuhnya 29 warga, dengan ratusan lainnya terluka dan ditangkap, termasuk juga penghancuran seluruh blok permukiman di kamp Jenin dan Tulkarm, pengungsian ribuan orang, dan penghancuran infrastruktur secara besar-besaran.”

Menurutnya, kebijakan yang diterapkan oleh militer Israel telah menciptakan krisis kemanusiaan yang mendalam, memperburuk kondisi yang sudah memprihatinkan di wilayah yang telah lama terjebak dalam konflik ini. Dengan situasi yang semakin memburuk, Abu Rudeineh juga mendesak Amerika Serikat untuk segera turun tangan guna menghentikan agresi yang tengah berlangsung. Ia memperingatkan bahwa jika tidak ada tindakan segera, situasi tersebut bisa berkembang menjadi konfrontasi yang lebih besar dan lebih merusak.

Sejak 21 Januari, militer Israel telah meluncurkan operasi militer besar-besaran yang diberi nama “Tembok Besi” di wilayah Jenin dan Tulkarm, dua daerah yang berada di Tepi Barat. Operasi ini bertujuan untuk memperkuat pengawasan dan mengendalikan wilayah tersebut, namun dampaknya bagi warga Palestina sangatlah besar. Pada Minggu (2/2), militer Israel mengumumkan bahwa mereka telah memperluas operasi mereka ke wilayah utara Tepi Barat yang diduduki.

Di tengah eskalasi ini, Wali Kota Jenin, Mohammed Jarrar, melaporkan kepada Xinhua bahwa lebih dari 15.000 warga terpaksa mengungsi dari kamp Jenin akibat operasi militer yang berlangsung tanpa henti. Menurutnya, serangan yang dilancarkan oleh Israel ini merupakan serangan yang paling membahayakan dalam sejarah kota tersebut, mengingat dampak buruknya terhadap kehidupan masyarakat yang sudah sangat terbebani oleh konflik panjang.

Sementara itu, Gubernur Tulkarm, Abdullah Kamil, menyampaikan kepada Xinhua bahwa hampir setengah dari populasi kamp Tulkarm, sekitar 48 persen, juga terpaksa mengungsi akibat operasi militer yang intensif ini. Perpindahan massal ini menambah derita bagi mereka yang sebelumnya telah tinggal di dalam ketidakpastian akibat konflik yang berlangsung selama bertahun-tahun.

Dalam perkembangan lebih lanjut, Kementerian Kesehatan Palestina yang berbasis di Ramallah melaporkan bahwa sejak awal Januari 2025, sebanyak 70 warga Palestina telah tewas di tangan tentara Israel di Tepi Barat. Jumlah korban tewas ini terus meningkat seiring berlanjutnya operasi militer yang dilakukan Israel di wilayah tersebut. Kondisi yang semakin buruk ini menunjukkan betapa peliknya situasi di Tepi Barat, yang sudah lama menjadi episentrum dari ketegangan politik dan kekerasan yang tak kunjung usai.

Tuduhan yang disampaikan oleh Kepresidenan Palestina ini mencerminkan kekhawatiran yang mendalam tentang masa depan rakyat Palestina di bawah kebijakan militer Israel. Sementara dunia internasional masih terbagi dalam memberikan respons terhadap peristiwa ini, seruan untuk penghentian kekerasan semakin keras terdengar dari berbagai pihak, mengingat dampaknya yang semakin menghancurkan bagi kehidupan masyarakat sipil.

Also Read

Tags