Kemarahan Zelensky Memuncak: Respons Keras atas Dialog AS-Rusia

Yono

Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap dukungan yang diberikan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, terhadap negaranya. Selain itu, ia juga menyoroti tidak dilibatkannya Ukraina dalam perundingan yang bertujuan untuk mengakhiri konflik dengan Rusia.

Dalam sesi perbincangan dengan awak media di Bandara Esenboga, Ankara, seusai bertemu dengan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, Zelensky menyampaikan harapannya terhadap Trump. “Saya ingin Trump lebih berada di pihak kita. Banyak dari Partai Republik dan Demokrat mendukung kita. Saya tidak ingin kehilangan dukungan ini.”

Lebih lanjut, Zelensky menyoroti fakta bahwa Rusia mulai mendapatkan kembali posisi dalam pergaulan internasional. “Kami mengamati bahwa mereka mengeluarkan (Presiden Rusia Vladimir) Putin dari isolasi politik, tetapi itu adalah keputusan mereka. Mereka sedang bernegosiasi,” ujarnya, sebagaimana dilansir Anadolu, Rabu 19 Februari 2025.

Pernyataan ini muncul setelah Washington dan Moskow menggelar pembicaraan langsung di Riyadh, Arab Saudi. Pertemuan ini menjadi diskusi tatap muka pertama antara diplomat kedua negara sejak pecahnya konflik pada 24 Februari 2022.

Ukraina Tersingkir dari Meja Perundingan

Zelensky secara tegas mengkritik fakta bahwa negaranya tidak diikutsertakan dalam pembicaraan damai, meragukan validitas dari negosiasi yang tidak melibatkan Kyiv.

“Ketika mereka mengatakan ‘ini adalah rencana kami untuk mengakhiri perang,’ itu menimbulkan pertanyaan bagi kami. Di mana kami? Di mana kami di meja perundingan ini? Perang ini terjadi di dalam Ukraina. Putin membunuh orang Ukraina, bukan orang Amerika. Bukan juga orang Eropa. Orang Ukraina sedang sekarat,” tegasnya.

Zelensky menegaskan bahwa yang diinginkan negaranya adalah perdamaian yang berkelanjutan, bukan sekadar gencatan senjata sementara. “Kami menginginkan perdamaian yang adil, perdamaian abadi, perdamaian berkelanjutan,” tambahnya.

Ia juga menekankan bahwa negosiasi seharusnya mencakup Ukraina dan Rusia, dengan representasi lebih luas dari negara-negara Eropa. Pembahasan ini telah ia angkat dalam percakapan dengan Presiden Prancis, Emmanuel Macron, yang dikabarkan sedang mengoordinasikan sikap dengan para pemimpin Uni Eropa.

Kerja Sama dengan Turki dan Pertukaran Tahanan

Dalam lawatannya ke Turki, Zelensky mengadakan pertemuan dengan Presiden Erdogan, di mana ia mengungkapkan apresiasinya atas dukungan Ankara terhadap Ukraina. “Pembahasan kami selalu difokuskan pada isu-isu tertentu. Hari ini, kami melakukan negosiasi yang sangat substantif. Meskipun saya tidak dapat mengungkapkan semua detailnya, saya dapat mengatakan bahwa saya senang dengan itu,” katanya.

Salah satu isu yang disoroti adalah pertukaran tahanan. Zelensky menekankan pentingnya pembebasan warga Ukraina yang masih ditahan oleh Rusia, termasuk warga Tatar Krimea yang dipenjara karena keyakinan agama mereka. Ia juga mengingat upaya Erdogan sebelumnya dalam membantu proses pembebasan tahanan.

Di sisi lain, Zelensky membahas kerja sama pertahanan antara Turki dan Ukraina, termasuk proyek bersama dengan perusahaan pertahanan Baykar, produksi pesawat nirawak jarak jauh, serta pembangunan dua korvet untuk Angkatan Laut Ukraina. Satu unit telah selesai, sementara unit kedua ditargetkan rampung pada 2026.

Selain itu, Zelensky mengungkapkan optimisme terhadap hubungan ekonomi kedua negara, dengan volume perdagangan yang telah melampaui USD6 miliar meskipun masih dalam kondisi perang. Ia berharap nilai perdagangan bisa mencapai USD10 miliar setelah Perjanjian Perdagangan Bebas disahkan.

Dorongan untuk Bergabung dengan NATO dan Uni Eropa

Mengenai keanggotaan Ukraina di NATO, Zelensky menyatakan bahwa mayoritas pemimpin Eropa mendukung langkah negaranya, kecuali Slovakia, Hongaria, Jerman, dan AS. “Namun, faktor AS memainkan peran penting dalam memengaruhi opini-opini ini,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa Ukraina membutuhkan lebih dari sekadar dukungan politik. Pasukan negaranya yang kuat masih membutuhkan suplai senjata dan dukungan finansial yang terus berlanjut. “Jika NATO bukan pilihan, jaminan keamanan apa yang sedang kita bicarakan?” tegasnya.

Tak hanya itu, Zelensky juga menyoroti pentingnya akses ke pasar besar seperti Uni Eropa sebagai bagian dari strategi keamanan ekonomi Ukraina.

Kekayaan Alam Ukraina dalam Negosiasi

Dalam diskusi terkait sumber daya alam, Zelensky menyoroti proposal AS yang memberi akses kepada Washington atas mineral tanah jarang Ukraina. Ia menekankan bahwa kesepakatan semacam itu harus diimbangi dengan jaminan keamanan bagi negaranya.

“Saya selalu terbuka bagi Anda untuk berinvestasi di negara kami, berinvestasi dalam sumber daya alam kami. Saya yakin masyarakat kami mendukung ini, parlemen kami mendukung ini. Namun, jika kami akan memberikan sesuatu, kami harus mendapatkan sesuatu sebagai balasannya. Saya pikir itulah keadilan,” kata Zelensky.

Ia menegaskan bahwa Ukraina memiliki cadangan energi dan mineral yang kaya, termasuk gas alam dan minyak, yang sebagian besar saat ini berada di bawah pendudukan Rusia. Oleh karena itu, pembebasan wilayah-wilayah tersebut menjadi prioritas bagi Ukraina.

“Kami tidak ingin menjadi pusat bahan mentah untuk benua mana pun. Ini bukan tentang persahabatan atau kemitraan. Ini tertulis dalam konstitusi kita. Sebagai presiden, saya tidak akan melanggar konstitusi. Saya akan melindungi tanah dan kepentingan kita,” pungkasnya.

Also Read

Tags