Ketegangan di Semenanjung Korea kembali memanas, kali ini dipicu oleh pernyataan tajam dari Kim Yo Jong, adik kandung sekaligus tangan kanan pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong Un. Ia melontarkan kritik keras kepada Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Jepang, yang menurutnya tengah memaksakan kehendak dengan upaya pelucutan senjata nuklir dari negaranya.
Aliansi tiga negara itu, dalam pertemuan tingkat tinggi yang digelar di sela forum NATO pekan lalu, menegaskan bahwa mereka masih bersikukuh terhadap misi “denuklirisasi total” Korea Utara. Namun, bagi Kim Yo Jong, tuntutan itu bukan sekadar permintaan, melainkan ilusi diplomatik yang tidak berpijak pada realitas.
“Jika ada pihak yang secara terbuka berbicara tentang penghentian senjata nuklir… itu merupakan tindakan paling bermusuhan yang mengingkari kedaulatan DPRK,” cetus Kim Yo Jong menyebut nama resmi Korut, Republik Demokratik Rakyat Korea, dalam pernyataan yang dirilis kantor berita Korean Central News Agency (KCNA), seperti dilansir AFP, Rabu (9/4).
“Hal itu hanya mengungkap sepenuhnya kegelisahan AS, Jepang, ROK (nama resmi Korsel-red), yang putus asa karena berbicara tentang ‘denuklirisasi’ secara bersamaan.”
Kim menyamakan tuntutan itu dengan mengharap salju turun di tengah musim panas — tidak mungkin dan hanya buang waktu. Ia menyebut pendekatan tersebut sebagai bentuk intervensi terselubung terhadap kedaulatan negaranya.
Episode Amarah yang Berulang
Bukan kali pertama Kim Yo Jong menunjukkan sikap keras terhadap tekanan internasional. Dalam kurun waktu kurang dari satu bulan, ini merupakan pernyataan pedas keduanya yang menyasar AS dan sekutunya. Pada awal Maret, ia dengan lantang menyoroti kedatangan kapal induk Angkatan Laut AS ke pelabuhan Busan, Korea Selatan.
Kala itu, ia menyebut langkah tersebut sebagai bagian dari kelanjutan kebijakan permusuhan yang diwarisi dari pemerintahan sebelumnya, dan menuduh Presiden Donald Trump—yang kini kembali menjabat—tidak belajar dari sejarah pertemuan puncak sebelumnya.
Sebagai pengingat, pada 2018, Trump dan Kim Jong Un sempat duduk satu meja dalam pembicaraan monumental yang bertujuan mencari titik temu dalam isu senjata nuklir, namun negosiasi itu berakhir tanpa kesepakatan pada pertemuan lanjutan di Hanoi, 2019.
Kini, dengan Pyongyang yang terus mempercepat penguatan sistem pertahanan dan kemampuan nuklirnya, banyak pihak menilai bahwa Korut sudah memilih jalan satu arah, menjadikan senjata nuklir sebagai “payung pelindung” dari tekanan eksternal.