India telah mengambil langkah drastis dengan mulai membatasi aliran air yang mengalir ke Pakistan dari wilayahnya. Keputusan ini diumumkan pada Minggu (5/5/2025), setelah ketegangan antara kedua negara yang sudah lama memanas semakin memburuk pasca serangan di Kashmir yang menewaskan 26 turis dua pekan lalu. Langkah India ini membawa dampak yang lebih besar daripada sekadar masalah sumber daya alam, karena dapat memicu eskalasi konflik yang melibatkan dua negara besar dengan kemampuan nuklir.
Menurut laporan dari kantor berita India, PTI, yang mengutip sumber anonim, India telah memutuskan untuk menghentikan pasokan air ke Pakistan dari beberapa bendungan yang berada di wilayahnya. Salah satunya adalah Bendungan Baglihar yang terletak di Sungai Chenab, sebuah wilayah yang telah lama menjadi titik ketegangan antara New Delhi dan Islamabad. Sumber tersebut juga menambahkan bahwa India berencana melakukan hal yang sama di Bendungan Kishanganga yang terletak di Sungai Jhelum, utara wilayah Jammu dan Kashmir. Langkah ini jelas menunjukkan intensifikasi dari kebijakan yang dapat memicu dampak jangka panjang terhadap hubungan kedua negara.
“India telah memblokir aliran air melalui Bendungan Baglihar di Sungai Chenab, dan berencana melakukan hal yang sama di Bendungan Kishanganga di Sungai Jhelum di utara wilayah Jammu dan Kashmir,” ujar sumber tersebut yang juga dikutip oleh Russia Today.
Tindakan ini seakan menambah bahan bakar ke api ketegangan yang sudah membara, terutama setelah serangan yang terjadi pada 22 April lalu di resor pegunungan Pahalgam, Kashmir. Serangan itu menyebabkan 26 orang turis tewas, yang menjadi insiden paling mematikan bagi wisatawan di wilayah yang dikelola India dalam lebih dari dua dekade. India menyalahkan Pakistan atas serangan tersebut, dengan mengklaim bahwa unsur-unsur Pakistan terlibat dalam aksi teror itu. Perdana Menteri India, Narendra Modi, dengan tegas berjanji untuk mengejar dan menghukum para penyerang.
Sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Front Perlawanan (TRF), yang diyakini terkait dengan kelompok teroris Lashkar-e-Taiba yang berbasis di Pakistan, mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut. Meski demikian, Pakistan membantah segala bentuk keterlibatan dan menyerukan penyelidikan internasional yang objektif.
Ketegangan semakin memuncak setelah Menteri Informasi dan Penyiaran Pakistan, Attaullah Tarar, menyampaikan peringatan keras bahwa Islamabad memiliki informasi intelijen yang kredibel tentang kemungkinan serangan militer India dalam waktu dekat. Ancaman ini menambah intensitas ketegangan yang sudah lama terjadi antara kedua negara terkait perebutan wilayah Kashmir.
Di sisi lain, Duta Besar Pakistan untuk Rusia, Muhammad Khalid Jamali, juga memberikan pernyataan yang tidak kalah tegas. Menurutnya, serangan terhadap sumber air Pakistan akan dianggap sebagai tindakan perang. “Setiap upaya untuk merebut air di daerah hilir sungai, atau menghentikannya, atau mengalihkannya, akan menjadi tindakan perang terhadap Pakistan dan akan ditanggapi dengan… spektrum kekuatan penuh,” ungkapnya.
Langkah India dalam memutuskan aliran air ke Pakistan menambah kompleksitas hubungan kedua negara yang sudah berada dalam ketegangan tinggi. Dalam konteks geopolitik ini, air bukan hanya sekadar sumber daya alam, melainkan juga menjadi simbol kekuasaan yang bisa memicu ketegangan yang lebih besar, bahkan memicu potensi konflik nuklir. Pasokan air yang merupakan kebutuhan dasar bagi kelangsungan hidup, kini terjebak dalam permainan besar kekuatan antara dua negara bersenjata nuklir.
Dengan situasi yang semakin memanas, dunia kini memperhatikan dengan cemas kemungkinan eskalasi lebih lanjut, yang dapat membawa dampak lebih besar tidak hanya bagi India dan Pakistan, tetapi juga bagi stabilitas kawasan dan dunia secara keseluruhan. Tindakan terkait sumber daya alam, yang seharusnya menjadi solusi bagi kesejahteraan manusia, kini justru semakin memperburuk ketegangan yang ada.