Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, baru-baru ini mengungkapkan dalam sebuah wawancara dengan TIME Magazine bahwa ia telah berbicara mengenai masalah tarif dengan Presiden China, Xi Jinping. Trump menyebutkan bahwa kemungkinan kesepakatan mengenai tarif akan tercapai dalam waktu dekat. Namun, klaim tersebut langsung dibantah oleh pihak China, yang dengan tegas menyatakan bahwa tidak ada pembicaraan semacam itu yang sedang berlangsung.
Dalam wawancara yang dipublikasikan pada Jumat (25/4/2025), Trump mengungkapkan bahwa ia dan Xi telah mendiskusikan angka yang dapat diterima oleh kedua belah pihak terkait tarif impor antara kedua negara. “Ada angka di mana mereka akan merasa nyaman,” kata Trump. Ia menambahkan, “Tapi Anda tidak bisa membiarkan mereka menghasilkan satu triliun dolar dari kita,” menggambarkan bagaimana kedua negara berusaha mencari titik temu dalam persoalan ekonomi ini.
Namun, pernyataan Trump dengan cepat dibantah oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, yang menegaskan bahwa tidak ada konsultasi atau negosiasi yang sedang berlangsung terkait tarif. “Saya tidak mengetahui rincian spesifik dari rencana untuk melonggarkan tarif pada barang-barang AS,” kata Guo dalam konferensi pers pada Jumat. Ia juga menyebutkan bahwa klaim Trump tentang pembicaraan tarif tersebut adalah “berita palsu” dan menegaskan bahwa China dan Amerika Serikat belum pernah melakukan diskusi atau mencapai kesepakatan dalam masalah ini.
Hal serupa juga disampaikan oleh Kementerian Perdagangan China, yang mengingatkan pentingnya mempertimbangkan “pemikiran skenario ekstrem” dalam menghadapi situasi ketegangan perdagangan yang terus berlanjut dengan AS. Dalam pernyataan tersebut, Kementerian Perdagangan China menekankan perlunya fokus pada pencegahan risiko yang dapat muncul dalam perang dagang yang berlarut-larut.
Juru bicara Kementerian Perdagangan, He Yadong, menanggapi isu ini dengan tegas. Ia menyebutkan bahwa jika AS benar-benar ingin menyelesaikan masalah perdagangan, maka negara tersebut harus mencabut seluruh tindakan tarif sepihak yang telah diterapkan terhadap China. “Orang yang mengikat lonceng, haruslah pula yang melepasnya,” kata He, mengingatkan bahwa jika AS ingin mengakhiri masalah tarif ini, mereka harus terlebih dahulu menghapuskan kebijakan tarif yang telah diterapkan.
Klarifikasi keras dari China ini semakin memperuncing ketegangan yang sudah lama terjadi antara kedua negara besar ini. Sementara itu, Trump terus mempertahankan pendiriannya bahwa ada kontak langsung antara AS dan China, meskipun pihak China dengan tegas menyangkal hal tersebut.
Perbedaan pandangan ini menciptakan ketidakpastian yang lebih besar di pasar global, terutama dalam hal perdagangan antara dua ekonomi terbesar di dunia. Sementara Trump berharap ada solusi yang cepat dan efisien untuk menyelesaikan isu tarif, pihak China menunjukkan sikap yang lebih hati-hati dan menekankan pentingnya kejelasan dan kebijakan yang saling menguntungkan, bukan yang sepihak.
Seiring waktu berlalu, semakin sulit untuk memprediksi bagaimana kedua negara ini akan mencapai titik tengah. Jika klaim Trump tentang pembicaraan tarif benar adanya, maka perkembangan ini dapat menjadi langkah penting menuju perjanjian perdagangan yang baru. Namun, jika pernyataan China tetap konsisten, maka mungkin jalan menuju resolusi akan jauh lebih panjang dan penuh tantangan.