“RI Tetap Kuat: Krisis Pangan Hantam Jepang dan Malaysia”

Yono

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman memastikan bahwa Indonesia berada dalam posisi yang aman di tengah krisis pangan yang melanda beberapa negara di Asia, termasuk Jepang, Filipina, dan Malaysia. Pernyataan ini menunjukkan bahwa Indonesia telah mempersiapkan diri dengan baik dalam menghadapi ketidakstabilan pasokan pangan global.

“Kita tidak ingin rakyat antre beras seperti di Filipina atau panik seperti di Malaysia dan Jepang. Dengan cadangan yang cukup dan sistem distribusi yang tangguh, Indonesia bisa menjadi contoh dalam ketahanan pangan global,” kata Mentan dalam keterangan di Jakarta, Jumat.

Pentingnya Swasembada Beras dan Penguatan Cadangan Pangan

Meski dalam kondisi yang aman, Mentan menekankan bahwa Indonesia tetap harus waspada terhadap ancaman krisis pangan global yang dipicu oleh perubahan iklim dan gangguan distribusi. Oleh karena itu, percepatan swasembada beras serta penguatan cadangan pangan nasional menjadi langkah strategis yang perlu diutamakan.

Kejadian krisis pangan di Jepang, Malaysia, dan Filipina menjadi pengingat bahwa ketahanan pangan tidak bisa dianggap remeh. Peristiwa tersebut menjadi alarm bagi Indonesia untuk terus meningkatkan produksi pangan domestik agar tidak bergantung pada pasokan impor.

Krisis Pangan di Jepang: Lonjakan Harga Beras Hingga 82 Persen

Situasi krisis pangan di Jepang semakin memprihatinkan setelah pemerintah setempat untuk pertama kalinya dalam sejarah melepaskan 210.000 ton beras dari cadangan darurat satu juta ton. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap lonjakan harga ekstrem yang mencapai 82 persen dalam setahun, dari ¥2.023/kg (Rp215.423) menjadi ¥3.688/kg (Rp393.000).

“Kenaikan harga beras di Jepang mencapai 82 persen dalam setahun, dari ¥2.023/kg (Rp215.423) menjadi ¥3.688/kg (Rp393.000). Ini dampak langsung dari gelombang panas ekstrem yang merusak produksi dan mengganggu distribusi. Kondisi ini bisa terjadi di mana saja jika negara tidak memiliki cadangan pangan yang memadai,” ujarnya.

Malaysia dan Filipina: Ketergantungan pada Impor Memicu Krisis

Di Malaysia, kelangkaan beras lokal menyebabkan kepanikan di masyarakat, ditambah lagi dengan harga beras impor yang lebih mahal. Hal ini menambah beban ekonomi bagi rakyat dan memicu keresahan sosial.

“Kondisi di Malaysia menunjukkan bahwa terganggunya stok pangan bisa berakibat pada keresahan sosial. Pangan bukan sekadar kebutuhan, tetapi juga faktor stabilitas negara,” jelas Andi.

Sementara itu, Filipina telah menetapkan status darurat ketahanan pangan sejak awal Februari 2025 setelah inflasi beras mencapai 24,4 persen, angka tertinggi dalam 15 tahun terakhir. Negara yang bergantung pada impor beras sangat rentan terhadap fluktuasi pasokan global.

“Negara yang bergantung pada impor beras seperti Filipina dan Malaysia sangat rentan ketika pasokan global terganggu. Ini menjadi pelajaran berharga bahwa ketergantungan pada impor bukanlah solusi jangka panjang. Indonesia harus memperkuat produksi dalam negeri,” tegasnya.

Indonesia Tetap Stabil dengan Strategi Penguatan Stok Beras

Di Indonesia, harga beras medium pada Februari 2025 tercatat stabil di kisaran Rp13.000-Rp14.000/kg berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS). Harga ini lebih rendah dibandingkan puncak harga pada tahun 2024 yang mencapai Rp16.000/kg.

“Stabilitas ini patut disyukuri, tapi kita tidak boleh berpuas diri. Ke depan, kita harus memperkuat cadangan beras nasional agar siap menghadapi segala kemungkinan, termasuk dampak perubahan iklim yang semakin nyata,” ungkap Mentan.

Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan Perum Bulog untuk menyerap 3 juta ton beras dari petani dengan acuan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah Rp6.500/kg dan membeli beras Rp12.000/kg. Langkah ini bertujuan untuk menjaga kesejahteraan petani sekaligus memperkuat stok beras nasional dalam menghadapi ketidakpastian global.

“Ini langkah strategis. Dengan penyerapan massal, kita tidak hanya memastikan petani mendapatkan harga yang layak, tapi juga memperkuat stok nasional guna menghadapi ketidakpastian global. Indonesia saat ini dalam kondisi pangan yang kuat,” tutur Mentan.

Swasembada Beras sebagai Pilar Kemandirian Bangsa

Untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga beras, Kementan terus berupaya bersinergi dengan kementerian lain dan pemerintah daerah. Salah satu program yang digalakkan adalah cetak sawah baru serta peningkatan produktivitas melalui teknologi pertanian modern.

Mentan juga menegaskan bahwa swasembada beras bukan sekadar target, tetapi sebuah keharusan demi kemandirian bangsa. Upaya ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada impor dan menjadikan Indonesia lebih tangguh dalam menghadapi krisis pangan global.

“Ini bukan sekadar peringatan, tapi bukti nyata bahwa pangan adalah isu strategis. Indonesia harus memastikan ketahanan pangan sejak sekarang,” kata Andi.

Kesimpulan

Indonesia berada dalam posisi yang lebih kuat dalam menghadapi krisis pangan dibandingkan negara-negara tetangga yang mengalami ketergantungan tinggi pada impor beras. Langkah strategis dalam memperkuat cadangan pangan nasional dan mempercepat swasembada beras menjadi kunci dalam menjaga stabilitas harga dan ketahanan pangan nasional.

Dengan menjaga keseimbangan antara produksi dalam negeri dan cadangan nasional, Indonesia tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan pangan domestik tetapi juga berpotensi menjadi contoh bagi negara-negara lain dalam hal ketahanan pangan global.

Also Read

Tags