Komisi 5 DPRD Kota Bandung saat ini tengah mengkaji Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan. Fokus utama dalam pembahasan ini mencakup pemberian layanan khusus bagi perempuan korban kekerasan di Rumah Sakit Kiwari Bandung. Langkah ini diharapkan dapat memberikan dukungan yang lebih komprehensif bagi perempuan yang membutuhkan perlindungan dan bantuan medis.
Diskusi Substansial untuk Layanan Khusus
Wakil Ketua Komisi V DPRD Kota Bandung, H. Rizal Khairul, S.Ip., M.Si., mengungkapkan bahwa diskusi mengenai RUU ini telah mencapai tahap yang substansial. “Sekarang kita telah memasuki diskusi yang substansial. Salah satu yang dibahasnya adalah kemungkinan mendapatkan pelayanan khusus bagi perempuan korban kekerasan di RS Kiwari Bandung,” kata Rizal.
Langkah ini menunjukkan komitmen Komisi 5 dalam memperhatikan isu perlindungan perempuan secara mendalam. Rizal juga menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan konsultasi dengan kementerian terkait dan melakukan kajian untuk menerapkan hasilnya di beberapa wilayah lain.
Studi Banding dan Integrasi Lintas OPD
Pembahasan Raperda saat ini baru mencapai Pasal 18 dan bersifat umum. Namun, ada beberapa hal menarik yang turut dibahas, termasuk studi banding dan konsultasi dengan Kementerian. Dari hasil konsultasi tersebut, Komisi 5 mempelajari berbagai aspek yang berkaitan dengan perlindungan dan pemberdayaan perempuan.
Rizal menekankan pentingnya integrasi antar Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Kota Bandung. Menurutnya, isu perempuan tidak dapat diselesaikan oleh satu dinas saja. Oleh karena itu, diperlukan sinergi antara Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Dinas Kesehatan, Dinas UMKM, Disdukcapil, Dinas Sosial, Dispudpar, dan Disdik.
“Masalah perempuan ini bukanlah masalah yang mudah. Sekarang tinggal dilihat bagaimana wali kota baru bisa menghubungkan dan mewujudkan itu, karena aturan ini bisa baik kalau diintegrasikan antar OPD. Mengapa harus diintegrasikan? Karena ini saling berhubungan,” ujar Rizal.
Tanggung Jawab Bersama dalam Isu Perempuan
Rizal menegaskan bahwa isu perempuan adalah tanggung jawab bersama. Ia menekankan bahwa perhatian terhadap perempuan tidak hanya menjadi tugas satu departemen, tetapi menjadi kewajiban seluruh pihak terkait.
“Urusan perempuan bukan hanya tanggung jawab satu departemen saja, melainkan tanggung jawab bersama. Jadi di dalam pembahasan itu melibatkan banyak pihak, sehingga ke depannya penyelesaian permasalahan itu juga akan menjadi perhatian semua pihak,” jelasnya.
Sebagai salah satu anggota laki-laki di Pansus, Rizal mengaku merasa bertanggung jawab dalam memperjuangkan isu perempuan.
“Saya kebetulan menjadi salah satu anggota laki-laki di Pansus, di mana saya harus peduli terhadap perempuan. Kita harus punya eksistensi untuk perempuan, karena ibu kita perempuan, istri kita perempuan, saya juga punya anak perempuan, jadi kita harus konsentrasi pada isu perempuan,” tuturnya.
Pemberdayaan dan Dukungan Anggaran
Diharapkan setelah Peraturan Daerah (Perda) ini disahkan, eksistensi perempuan di Kota Bandung akan semakin terlindungi dan terlayani dengan baik. Salah satu upaya yang diusulkan adalah pemberdayaan perempuan melalui pelatihan keterampilan bagi mereka yang menjadi korban kekerasan. Langkah ini bertujuan agar mereka memiliki kemampuan yang dapat membantu mereka mandiri dan berdaya.
Selain itu, Rizal juga menyoroti pentingnya penganggaran yang memadai untuk dukungan dan layanan kesehatan bagi perempuan korban kekerasan. Hal ini terutama terkait dengan pelayanan di RS Kiwari Bandung, mengingat biaya perawatan cedera akibat kekerasan tidak ditanggung oleh BPJS.
“Makanya kami juga concern soal penganggaran, salah satunya untuk Bandung Kiwari, supaya kalau ada perempuan korban kekerasan, bisa berobat ke sana, karena mereka tidak di-cover BPJS. Tetapi itu untuk orang-orang yang tidak mampu membelinya,” ungkap Rizal.
Komitmen untuk Perlindungan Perempuan
Komisi 5 DPRD Kota Bandung menunjukkan komitmennya dalam memperjuangkan hak-hak perempuan melalui pembahasan RUU ini. Dengan memperhatikan berbagai aspek mulai dari pelayanan kesehatan, pemberdayaan, hingga integrasi kebijakan lintas OPD, diharapkan Perda ini nantinya dapat memberikan dampak positif bagi kehidupan perempuan di Kota Bandung.
Melalui langkah ini, diharapkan perempuan korban kekerasan tidak hanya mendapatkan perlindungan hukum, tetapi juga akses terhadap pelayanan kesehatan yang memadai serta kesempatan untuk diberdayakan secara ekonomi dan sosial.