Ketegangan Memuncak! Inggris Siap Kirim Pasukan, Rusia Langsung Menolak

Yono

Ketegangan antara Rusia dan negara-negara Barat kembali meningkat setelah mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan bahwa AS akan menggelar perundingan tahap akhir terkait konflik Rusia-Ukraina di Riyadh, Arab Saudi. Keputusan ini mengejutkan banyak pihak, terutama karena pertemuan tersebut tidak melibatkan Ukraina maupun negara-negara Eropa yang memiliki peran besar dalam perang yang telah berkecamuk selama tiga tahun terakhir.

Di tengah dinamika geopolitik yang semakin kompleks, Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, sebelumnya telah menyatakan komitmen negaranya dalam mengirimkan pasukan penjaga perdamaian ke Ukraina. Namun, meskipun kesiapan militer kerajaan telah dikonfirmasi, mereka juga menegaskan kembali bahwa pasukan dari aliansi NATO tidak seharusnya hadir di Ukraina.

Starmer Siap Kirim Pasukan ke Ukraina

Dalam sebuah wawancara dengan The Daily Telegraph, Keir Starmer menegaskan kesiapan Inggris untuk menempatkan pasukan di Ukraina dalam rangka mendukung kesepakatan perdamaian.

“Saya tidak mengatakan ini dengan enteng,” ujar Starmer seperti dikutip BBC News pada 17 Februari 2025. “Saya merasakan tanggung jawab yang mendalam terhadap kemungkinan menempatkan personel militer Inggris dalam bahaya.”

Ia menambahkan bahwa menjaga stabilitas Ukraina merupakan tanggung jawab internasional guna mencegah agresi lebih lanjut dari Rusia.

“Akhir dari perang Rusia di Ukraina, ketika terjadi, tidak boleh hanya menjadi jeda sementara sebelum Putin menyerang lagi,” tegasnya.

Starmer mengusulkan bahwa pasukan Inggris dapat ditempatkan bersama personel dari negara-negara Eropa lainnya di sepanjang perbatasan Rusia-Ukraina untuk menjamin stabilitas kawasan. Selain itu, ia menekankan bahwa dukungan Amerika Serikat dalam menjamin keamanan Ukraina sangat krusial.

“Jaminan keamanan dari AS sangatlah esensial untuk perdamaian jangka panjang, karena hanya AS yang bisa menghalangi Putin untuk menyerang lagi,” katanya.

Mantan Kepala Angkatan Darat Inggris, Lord Dannatt, menyoroti konsekuensi yang mungkin timbul dari keputusan ini. Ia menegaskan bahwa keterlibatan pasukan Inggris di Ukraina memerlukan peningkatan anggaran pertahanan.

“Sejujurnya, kita tidak memiliki jumlah pasukan dan perlengkapan yang cukup untuk menempatkan kekuatan besar di daratan untuk jangka waktu lama saat ini,” ujarnya kepada BBC.

Selain itu, beberapa pejabat tinggi lainnya menekankan bahwa setiap misi penjaga perdamaian harus memiliki mandat yang jelas untuk memastikan keberlanjutan gencatan senjata. Mantan kepala MI6, Sir John Sawers, juga menyatakan bahwa operasi ini hanya akan berhasil jika memiliki perintah yang jelas dan dapat dieksekusi secara efektif.

Militer Inggris: “Sepenuhnya Siap”

Menurut laporan BBC pada 19 Februari 2025, militer Inggris telah menyatakan kesiapannya untuk diterjunkan ke Ukraina apabila diperlukan. Brigadir Andy Watson, pemimpin latihan militer NATO Steadfast Dart di Rumania, mengonfirmasi bahwa pasukannya berada dalam kondisi siaga penuh.

“Jelas, paket kekuatan apa yang akan dikirimkan akan bergantung pada keputusan perdana menteri dan Kementerian Pertahanan,” ujarnya.

Sebanyak 2.500 tentara Inggris dari Divisi Pertama, yang memiliki tingkat kesiapan tinggi, telah berpartisipasi dalam latihan NATO tersebut. Latihan ini bertujuan untuk mengukur kecepatan respons pasukan sekutu terhadap potensi ancaman.

Meskipun demikian, Brigadir Watson menegaskan bahwa Inggris tidak akan bertindak sendiri dalam misi ini.

“Saya pikir perdana menteri sudah sangat jelas bahwa Inggris akan berkontribusi dalam upaya ini, tetapi sama sekali tidak melakukannya sendirian,” ujarnya.

Latihan Steadfast Dart, yang melibatkan lebih dari 10.000 personel dari delapan negara Eropa, berfokus pada kesiapan NATO dalam menghadapi ancaman eksternal. Dalam latihan ini, Inggris mengerahkan lebih dari 700 kendaraan militer dan melakukan simulasi pertempuran perkotaan serta pertahanan terhadap serangan udara.

Kolonel Gordon Muir dari Royal Scots Dragoon Guards menambahkan bahwa pasukan Inggris memiliki pengalaman luas dalam operasi militer di zona konflik.

“Kami telah bekerja sama dengan pasukan sekutu di berbagai misi, dan kesiapan kami untuk dikerahkan ke Ukraina sangat tinggi,” katanya.

Namun, ada kekhawatiran terkait jumlah pasukan yang tersedia. Saat ini, militer reguler Inggris hanya memiliki sekitar 70.000 personel, jumlah yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan era operasi di Afghanistan dan Irak. Brigadir Watson mengakui bahwa menempatkan pasukan dalam jumlah besar di Ukraina akan menjadi tantangan bagi struktur militer saat ini.

Meskipun demikian, beberapa anggota pasukan menyatakan kesiapan mereka jika diperlukan. “Kami bergabung dengan militer untuk tujuan ini, jadi ya, saya pikir kami siap,” ujar Lance Corporal Lewis Antwis, yang telah mengikuti berbagai latihan NATO sebelumnya.

Rusia Tolak Keras Kehadiran Pasukan Inggris

Rencana pengiriman pasukan Inggris ke Ukraina mendapatkan respons keras dari Rusia. Presiden Rusia dengan tegas menolak kehadiran pasukan Inggris di wilayah konflik tersebut.

“Kami menjelaskan hari ini bahwa kemunculan angkatan bersenjata dari negara-negara NATO, meskipun dengan bendera palsu—di bawah bendera Uni Eropa atau bendera nasional—tidak mengubah apapun,” ujar Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, seperti dikutip The Independent pada 19 Februari 2025.

Moskow memperingatkan bahwa mereka tidak akan mentoleransi kehadiran pasukan NATO di Ukraina, baik dalam misi penjaga perdamaian maupun operasi keamanan lainnya. Lavrov menegaskan bahwa langkah semacam itu hanya akan dianggap sebagai tindakan provokatif yang dapat memperburuk situasi.

“Kehadiran pasukan asing di tanah Ukraina hanya akan memperburuk situasi dan mengarah pada eskalasi lebih lanjut yang tidak diinginkan,” katanya.

Selain itu, pertemuan antara pejabat tinggi AS dan Rusia di Riyadh menunjukkan bahwa Rusia tengah berusaha mempertahankan kepentingannya dengan menolak intervensi militer Barat di Ukraina. Lavrov menegaskan bahwa usulan NATO untuk menempatkan pasukan di Ukraina merupakan garis merah yang tidak boleh dilanggar oleh negara-negara Barat.

Ia juga memperingatkan bahwa Rusia akan mengambil langkah tegas apabila kehadiran pasukan asing di Ukraina menjadi kenyataan.

“Ini bukan hanya ancaman bagi keamanan Rusia, tetapi juga terhadap stabilitas Eropa secara keseluruhan,” ujar Lavrov dalam wawancara dengan media Rusia.

Also Read

Tags