100 Tahun Pram di Bandung: Napak Tilas Sang Sastrawan dalam Riuh Perayaan

Yono

Masa kecil seringkali diwarnai dengan kehangatan cerita yang mengalir dari bibir orang tua. Namun, pernahkah terpikir untuk membalikkan peran itu? Membacakan buku untuk orang tua di usia senja mereka?

Sering kali, kesibukan hidup membuat banyak anak melupakan hal-hal kecil yang berarti bagi orang tua mereka. Jangankan membacakan buku, sekadar menelepon pun kerap kali tertunda. Di lingkungan yang sunyi, para lansia hanya bisa menunggu kabar, merindukan suara anak-anak mereka yang dulu begitu dekat.

Dalam keheningan hari-hari mereka, rutinitas tak jauh dari ibadah dan makan siang. Namun, ini bukan makan siang bergizi di kantin sekolah. Aktivitas yang mereka jalani lebih kepada upaya menjaga ingatan agar tak larut dalam kabut demensia.

Membawa Kembali Budaya Membaca ke Panti Sosial

Indra Wardhana, pemilik perpustakaan Dr. LongBook, memahami betul kondisi ini. Berawal dari sebuah film yang mengisahkan seorang anak membacakan buku untuk orang tua, ia pun tergerak melakukan hal serupa. Dengan sumber daya yang ia miliki, Indra menjalin kerja sama dengan Panti Sosial Tresna Wredha Budi Pertiwi untuk menghadirkan sesi membaca buku bagi para lansia.

“Siapa yang akan menjangkau mereka? Tidak mungkin, saya yang inisiatif,” kata Indra.

Indra menyadari bahwa membacakan buku bagi lansia di panti jompo masih jarang dilakukan. Padahal, banyak pihak yang telah menyumbangkan buku, tetapi jarang ada yang bersedia membacakannya secara langsung.

“Banyak orang yang menghadiahkan buku secara cuma-cuma, jadi mereka sudah bosan. Mereka sangat antusias dengan acara ini karena selama ini tidak ada yang mau membacakan buku untuk mereka,” terang Indra.

Bagi penghuni panti sosial, aktivitas ini menghadirkan energi baru. Bangun pagi kini terasa lebih bermakna karena ada kegiatan yang mengingatkan mereka pada masa muda, ketika membaca menjadi bagian dari kehidupan.

100 Tahun Pram dan Momen Terakhir Nenek Indri

Sebagian besar lansia di panti sosial ini berusia antara 70 hingga 90 tahun. Mereka bisa dikatakan sebagai “adik-adik” dari Pramoedya Ananta Toer, yang tahun ini genap berusia 100 tahun. Dalam rangka merayakan seabad sang maestro sastra, Dr. LongBook menggelar sesi membaca karya-karya Pram setiap hari Rabu, mulai 5 Februari hingga 26 Februari.

Acara pertama dimulai dengan pembacaan buku Jalan Raya Pos, Jalan Daendels. Salah satu peserta yang hadir adalah Nenek Indri Candrawati, pembaca setia Pram sejak lama. Dalam artikel yang ditulis Salma Nur Fauziyah berjudul Bercerita tentang Jalan Raya Pos di Panti Wreda, Nenek Indri menceritakan bagaimana ia harus bersembunyi untuk bisa membaca buku-buku Pram di masa mudanya karena larangan yang berlaku saat itu.

Hanya tiga hari setelah perayaan seabad Pram, Nenek Indri menghembuskan napas terakhirnya. Baginya, acara yang digagas Dr. LongBook seolah menjadi perayaan sekaligus kenangan terakhir dalam hidupnya.

Kehilangan Nenek Indri membawa duka mendalam bagi penghuni panti. Dua sesi berikutnya, yang dijadwalkan pada 12 dan 19 Februari, harus dibatalkan sebagai bentuk penghormatan. Bahkan, acara penutup yang seharusnya menghadirkan pembacaan buku Bukan Pasar Malam hampir tidak jadi dilaksanakan. Namun, Indra memastikan acara tetap berjalan, meski harus ditunda hingga 27 Februari.

Buku yang Menghidupkan Kenangan

Meski semangat para lansia tetap berkobar, ada kekosongan yang terasa di antara mereka. Kursi yang biasa diduduki Nenek Indri kini tak lagi terisi. Tak ada lagi sosok yang dengan antusias berbagi pengalaman membaca Pram.

Sebagai bentuk penghormatan, Indra dan dua relawan lainnya, Adzkiyaa dan Cici, menghidupkan kembali suasana panti dengan kegiatan mendongeng, membaca Bukan Pasar Malam, serta membacakan beberapa cerpen karya WS Rendra.

Dalam sesi berikutnya, Indra memperkenalkan novel Semua untuk India karya Iksaka Banu. Momen ini juga menjadi kesempatan bagi para peserta untuk berbagi kisah cinta mereka. Beberapa mahasiswa yang menjalani magang di panti pun ikut berpartisipasi, membagikan cerita cinta mereka—ada yang masih terjebak kenangan, ada yang berusaha melupakan.

Salah satu lansia, Eyang Sukasih, turut berbagi kisah cintanya yang kandas karena tuntutan pekerjaan mantan kekasihnya.

“Saya juga ingin bercerita. Tapi, aku putus secara baik-baik. Pacarku dulunya seorang militer. Dia harus bekerja di Subang, jadi kami harus putus. Dia orang yang sangat baik, saya akan selalu mengingatnya. Hubungan kami juga selalu baik. Saya bahkan menamai anak saya dengan namanya,” tutur Eyang Sukasih.

Percakapan hangat seperti inilah yang diharapkan Indra. Baginya, membaca buku bukan sekadar menyumbangkan bacaan, tetapi menghidupkan kembali jiwa mereka yang mungkin telah lama terbenam dalam kesunyian.

Membaca untuk Menghidupkan Ingatan

Bagi Indra, kehidupan di panti sosial ini serupa dengan kisah dalam Bukan Pasar Malam karya Pram. Kesepian di usia senja dapat dirasakan oleh siapa saja, bahkan mereka yang memiliki banyak anak sekalipun. Jika tak ada yang datang menjenguk, rasa sepi tetap akan menyelimuti.

Perayaan 100 tahun Pram memberikan dampak lebih dari sekadar mengenang sang maestro. Ini menjadi momen untuk menyalakan kembali cahaya kebahagiaan di hati para lansia, sejalan dengan apa yang diperjuangkan Pram dalam hidupnya: hak setiap orang untuk mendapatkan kebahagiaan.

Acara ini juga menarik perhatian pengunjung dari luar. Salah satunya adalah Yura, seorang arsitek lepas berusia 29 tahun yang mencintai dunia literasi. Ia mengaku bahwa Bukan Pasar Malam adalah karya Pram favoritnya dan itulah yang membawanya ke panti sosial ini.

“Ini hanya pengalaman baru. Biasanya, cerita seperti ini diperuntukkan bagi anak-anak. Tapi, itu sama saja. Orang tua dan anak memiliki fokus yang tidak sekuat manusia di usia produktifnya bukan? Dan itulah yang harus dilindungi,” ujar Yura.

Program membaca buku di Panti Sosial Tresna Wredha Budi Pertiwi akan terus berlanjut setiap hari Rabu, bahkan setelah perayaan seabad Pram berakhir. Selain itu, Dr. LongBook juga menyelenggarakan acara serupa di Panti Sosial Tresna Werdha Nazareth Santo Yusuf, Kota Bandung, setiap hari Selasa. Untuk informasi lebih lanjut, dapat mengikuti akun Instagram @dr.longbook.

Also Read

Tags